Oleh: Join Kristian Zendrato
Saya baru saja membaca esai yang bernas dari John Piper berjudul, "Sepatah Kata Kepada Para Sarjana Alkitab (Dan Kepada Mereka yang Bertanya-tanya Apa yang Sedang Mereka Lakukan)." Esai ini terdapat dalam buku Piper: Apa yang Yesus Tuntut Dari Dunia (Malang: Literatur SAAT, 2016), hal. 19-26.
Dalam esainya tersebut, Piper membahas secara singkat mengenai potret Yesus menurut studi kritik historis. Keseluruhan esainya menunjukkan bahwa Piper jelas menolak potret Yesus versi kritik historis tersebut. Masalahnya menurut Piper adalah bahwa potret Yesus menurut studi ini sering dikonstruksi berdasarkan sumber-sumber di luar Kitab-Kitab Injil, sehingga Piper di awal esainya menegaskan, "... berkenaan dengan penyelidikan-penyelidikan tentang Yesus menurut sejarah bukan berarti bahwa tidak ada yang pasti yang dapat dikatakan tentang Yesus, melainkan usaha di luar ke-4 Kitab Injil membawa orang kepada lautan spekulasi yang tidak akan tiba pada pulau manapun yang dapat disebut potret Yesus yang dapat dipercaya" (Piper, Sepatah Kata Kepada Para Sarjana Alkitab, hal. 19).
Apa yang dikatakan Piper disubstansiasi dengan fakta bahwa penyelidikan-penyelidikan tentang Yesus dengan metode kritik historis terus menerus menghasilkan potret Yesus yang tidak konstan.
Piper menyatakan bahwa menurut para sarjana, ada tiga (tahap) penyelidikan tentang Yesus menurut sejarah (The Historical Jesus).
Penyelidikan pertama berakar pada zaman Benedict Spinoza (1632-1677), yang dilanjutkan Herman Remairus (1694-1768), David Friedrich Strauss (1808-1874), William Wrede (1859-1906), dan lain-lain. Tetapi potret Yesus dalam penyelidikan pertama ini kemudian diserang oleh Albert Schweitzer (1875-1965), dan Martin Kahler (1835-1921), yang juga memperkenalkan potret Yesus menurut versi mereka sendiri.
Setelah penyelidikan pertama gagal, penyelidikan kedua dibangkitkan oleh seorang Jerman dan murid Rudolf Bultman bernama Ernst Kasemann pada tahun 1953. Tetapi, seperti penyelidikan pertama, penyelidikan kedua juga gagal. Piper secara pribadi berkomentar, "... dan penyelidikan ini telah memberi saya sekam dan abu" (Piper, Sepatah Kata Kepada Para Sarjana Alkitab, hal. 21).
Setelah penyelidikan kedua gagal, muncullah penyelidikan ketiga tentang Yesus menurut sejarah. Untuk deskripsi mengenai penyelidikan ini, Piper mengutip Beb Witherington III, penulis The Jesus Quest: The Third Search for the Jew of Nazareth (Downers Grove, Ill.: Intervarsity Press, 1995). Witherington menyatakan bahwa penyelidikan ketiga ini "dimulai pada awal 1980, dipicu oleh beberapa data baru dari arkeologi dan manuskrip, beberapa perbaikan metodologis, dan antusiasme baru bahwa penelitian historis tidak perlu menuju jalan buntu" (Witherington, The Jesus Quest, hal. 12-13. Dikutip Piper, Sepatah Kata Kepada Para Sarjana Alkitab, hal. 22).
Sampai sekarang penyelidikan ketiga ini masih berlangsung.
Gambaran-gambaran mengenai jatuh bangunnya penyelidikan-penyelidikan tentang Yesus menurut sejarah menunjukkan bahwa apa yang ditandaskan oleh Piper pada awal esainya adalah benar, bahwa memang potret Yesus yang dikonstruksi di luar ke-4 Kitab Injil hanya membawa orang kepada lautan spekulasi yang tidak akan tiba pada pulau manapun yang disebut sebagai potret Yesus yang sesungguhnya.
Tetapi tunggu dulu, bukankah penyelidikan ketiga ini dikatakan masih berlangsung? Ya, tetapi Piper menilai bahwa usaha ini pun akan segera gagal dan dilupakan jika usaha ini menyimpang dari Injil Perjanjian Baru (mungkin akan digantikan lagi oleh penyelidikan keempat).
Piper menyertakan lima alasan untuk mendukung penilaiannya. Tetapi demi keringkasan, saya hanya akan menyinggung alasan yang kedua.
Piper menyatakan bahwa usaha penyelidikan ketiga akan terus gagal jika menyimpang dari Injil PB karena telah banyak literatur dari pihak Kristen yang menyajikan kontra argumen terhadap penyelidikan ketiga dan penyelidikan pada umumnya. Piper menulis, "Allah telah membangkitkan beberapa generasi sarjana-sarjana yang teliti, bersemangat dan setia, yang tidak takut akan kritik-kritik yang radikal, dan yang dengan setia melanjutkan usaha mereka mendirikan kredibilitas keempat Injil secara historis" (Piper, Sepatah Kata Kepada Para Sarjana Alkitab, hal. 23).
Membaca penandasan Piper di atas, saya hanya ingin berkata: syukur kepada Allah Tritunggal. Amin.
Ini adalah kabar baik bagi kita sebagai orang percaya. Sekarang pilihan di tangan kita, entah kita mau belajar atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar