Oleh: Join Kristian Zendrato
Dalam teologi Kristen, manusia dianggap sebagai ciptaan Allah yang finit (terbatas). Implikasi dari konsep ini jelas banyak. Misalnya, karena kita terbatas, maka kita tidak bisa mengenal Allah sepenuhnya, atau dalam kata-kata Profesor Louis Berkhof, "Finitum non possit capere infinitum."
Implikasi lainnya dari status kita sebagai ciptaan yang finit juga menyangkut kehidupan kita. Dalam menjalani hidup, kita tetap terbatas. Kita tak bisa terbang. Tak bisa hidup tanpa udara, dsb. Kita bersifat dependen terhadap Allah.
Namun salah satu yang mau saya tekankan adalah keterbatasan kita dalam menangkap dan memahami seluruh peristiwa yang terjadi. Itu jelas pernah dan akan selalu kita alami. Ini kita alami karena kita tidak mahatahu.
Apesnya, keterbatasan kita dalam menangkap dan memahami seluruh peristiwa yang terjadi seringkali memimpin kita pada kesalahpahaman (misunderstanding).
Misalnya, kalau kita melihat orang yang lewat di depan kita, dan orang itu terkesan buang muka, maka kemungkinan besar mayoritas dari kita akan menganggap itu sombong.
Anggapan kita itu bisa benar, bisa tidak. Anehnya, kita selalu berpikir anggapan kita benar. Padahal kemungkinan yang lain masih ada. Bisa saja orang itu sebenarnya tidak sombong, hanya saja dia orangnya pemalu, atau dia lagi buru-buru.
Saya sering melihat banyak orang terus menerus ngotot tinggal dalam kesalahpahaman tentang orang lain. Bahkan ketika orang lain berusaha menjelaskan posisinya, kita sering mengakhiri penjelasannya dengan berkata, "Ah, sudahlah" - tanpa pernah berpikir secara rasional tentang alasan-alasannya bertindak seperti itu.
Ada juga yang sedang salah paham kepada orang lain dan bersikap tak mau mendengarkan penjelasan dari orang lain itu. Mungkin orang itu mau menjelaskan maksud dari tindakannya bahwa apa yang terjadi tak seperti dugaan kita, tetapi kita terlebih dahulu sudah menutup telinga. Dan banyak kasus berujung buruk gara-gara tak mau mendengar penjelasan orang lain ini.
Bukankah di antara kita begitu banyak orang dengan sikap seperti itu?
Kita kadang lupa bahwa kita ini terbatas. Kita lupa bahwa kita ini makhluk yang finit, yang pemahamannya akan sebuah peristiwa tidak komprehensif. Kita lupa bahwa mata kita tak selalu bisa melihat segala sesuatu dengan utuh. Kita lupa kalau kita butuh penjelasan. Kita menghindari penjelasan dan ngotot pada apa yang kita lihat. Padahal banyak hal yang kita salah pahami. Banyak fakta sebenarnya tak selalu seperti yang kita lihat.
Maksud saya begini: kadang memang, kita bisa menilai sesuatu atau seseorang berdasarkan apa yang terlihat di mata kita. Tetapi itu tak selalu benar. Karena pasti ada kasus di mana kita mungkin salah menilai. Ingatlah pepatah, "Don't judge a book by its cover."
Dalam hal ini perbanyaklah mendengar penjelasan orang lain tentang tindakannya yang mungkin anda salah pahami. Kita kadang menganggap diri lebih paham orang lain lebih dari orang itu sendiri. Dan itu tidak selalu benar. Ingat kita ini terbatas, tak mahatahu.
Berusahalah untuk mau mendengar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar