Oleh: Join Kristian Zendrato
Dalam beberapa minggu
terakhir ini, saya kehilangan 2 orang yang pastinya sangat saya cintai:
kakek (ayah dari mama; 6 Desember 2019) dan keponakanku Faldi (28
Desember 2019). Kematian memang mengerikan, ia tak pandang bulu.
Seandainya saya tak percaya akan kehidupan setelah kematian seperti
disaksikan dalam Perjanjian Baru, maka pastinya tak ada pengharapan bagi
orang-orang yang pergi meninggalkan kita. Tetapi saya percaya akan hal
itu, sehingga itu cukup menjadi penghiburan.
Kematian tidak bisa kita usir, dia datang kepada orang kaya dan miskin,
berkedudukan dan rakyat biasa. Bahkan ketika kita mengabaikannya,
kematian tetap akan datang kepada siapa pun, seperti yang dinyatakan
oleh Richard L. Pratt, "Kematian tidak akan pergi ketika kita
mengabaikannya" (Richard L. Pratt, Designed for Dignity, p. 68).
Refleksi tentang kematian sebenarnya membuat kita sadar bahwa kita ini fana dan terbatas oleh waktu. Kita hanya hidup dan bernafas selama waktu yang ditetapkan bagi kita. Untuk itu tinggalkanlah kesombongan, dengki, kebencian. Sebaliknya usahakanlah damai, kasih dan empati kepada sesama selama hidup.
Saya mau menutup tulisan ini dengan sebuah ungkapan dari bahasa Latin: memento mori (artinya: ingat kita pasti akan mati).
Refleksi tentang kematian sebenarnya membuat kita sadar bahwa kita ini fana dan terbatas oleh waktu. Kita hanya hidup dan bernafas selama waktu yang ditetapkan bagi kita. Untuk itu tinggalkanlah kesombongan, dengki, kebencian. Sebaliknya usahakanlah damai, kasih dan empati kepada sesama selama hidup.
Saya mau menutup tulisan ini dengan sebuah ungkapan dari bahasa Latin: memento mori (artinya: ingat kita pasti akan mati).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar