Senin, 07 Februari 2022

KEMAH DAN RUMAH: SEBUAH REFLEKSI TENTANG HIDUP YANG SINGKAT DAN KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN - SORGA DAN NERAKA

Oleh: Join Kristian Zendrato

Pikirkanlah sejenak orang-orang yang telah pergi dari dunia ini. Pikirkanlah juga tentang bayi-bayi yang lahir. Yang pertama akan membawa kita pada pikiran betapa mengerikannya kematian. Yang kedua akan membawa kita pada pikiran betapa dinamisnya hidup.

Tetapi Anda akan segera menyadari bahwa bayi yang baru lahir itu pun akan pergi suatu saat dari dunia ini (bahkan ada yang langsung pergi pada saat lahir).

Poinnya adalah hidup itu singkat dan fana. Itulah mengapa ungkapan Latin memento mori tidak boleh kita lupakan (memento mori artinya ingatlah kita pasti akan mati).

Tragisnya, kebanyakan dari kita berpikir bahwa kita akan baik-baik saja. Dan satu kali pun tak pernah berpikir tentang kefanaan hidup. Padahal Alkitab yang adalah satu-satunya Firman Allah yang tanpa salah berulang kali mengingatkan kita bahwa suatu saat kita akan kembali menjadi debu.

Menarik untuk diperhatikan bahwa tubuh kita di dunia ini sering digambarkan Alkitab sebagai "kemah." Kemah adalah tempat sementara. Dalam 2 Korintus 5:1, Paulus menulis, "Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia."

Paulus menyebutkan "kemah tempat kediaman kita dibumi." Hal ini menunjukkan pada tubuh kita. Kalau kita memperhatikan lanjutan dari penjelasan Paulus, maka dalam 2 Korintus 5:2 dan ayat 4 dijelaskan bahwa selama kita berada dalam kemah ini, kita akan mengeluh. Hal ini menunjuk pada fakta bahwa selama di dunia ini, kita akan banyak menderita.

Bukan hanya itu saja. Kembali ke ayat 1, Paulus menegaskan bahwa kemah itu suatu saat akan "dibongkar." Kemah yang dibongkar menunjuk pada kematian. Jadi, bukan hanya penderitaan yang akan kita alami selama kita mendiami kemah, tetapi juga kematian.

Sekarang kita akan bertanya, "Apakah ketika kemah itu dibongkar, maka semua akan berakhir?"

Dengan kata lain apakah hidup itu akan berakhir setelah kematian, dan dengan demikian, sebenarnya hidup ini tak berarti seperti deskripsi yang terkenal dari Macbeth dalam karya William Shakespeare, "Hidup hanyalah bayangan yang berjalan, aktor malang yang menjalani hari-harinya dipanggung lalu tak terdengar lagi. Hidup adalah dongeng yang dikisahkan oleh si tolol, penuh dengan kebisingan dan tak berarti."

Ataukah seperti yang dinyatakan oleh Bertrand Russel dalam bukunya Why I am Not a Christian, "Aku akan membusuk setelah mati, dan egoku tidak akan ada lagi."

Baik tokoh fiktif Macbath dalam karya Shakespeare dan Bertrand Russel ditentang oleh Injil Perjanjian Baru. Sesungguhnya kematian bukan akhir, akan ada kehidupan setelahnya.

Dalam perikop yang telah kita lihat sebelumnya, Paulus mengatakan bahwa meskipun kemah kita akan dibongkar dan dengan demikian kita mati, Allah yang penuh dengan anugerah telah menyediakan "rumah" yang kekal kepada kita di Sorga. Paulus menulis: "Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia" (2 Korintus 5:1).

Ya, jika kita mati, jika kemah dibongkar, jangan takut karena " Allah telah menyediakan." Apa yang Allah telah sediakan? "suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." Dalam terjemahan New American Standar Bible (NASB) dikatakan,"a building from God, a house not made with hands, eternal in the heavens" (suatu bangunan dari Allah, suatu rumah yang tidak dibuat oleh tangan, kekal di surga).

Jadi jika kemah kita dibongkar, Allah telah menyediakan rumah kekal bagi kita. Kitab Wahyu menggambarkan suasana di sana dengan indah, "Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu" (Wahyu 21:4).

Gambaran keadaan kita di rumah yang kekal sangat kontras dengan keadaan kita dalam kemah kita yang sementara. Itulah kenapa Rasul Paulus dengan yakin berkata dalam Roma 8:18, "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."

Bagi saya, ini adalah penghiburan yang incomparable. Tetapi satu hal yang harus diingat bahwa semua hak istimewa ini hanya akan dinikmati oleh kaum pilihan Allah, kaum yang diregenerasikan Allah, kaum yang dipanggil Allah secara efektif, kaum yang beriman dan dibenarkan secara cuma-cuma oleh pengorbanan Yesus Kristus - Sang Pengantara kita (Yohanes 3:16; Kisah Para Rasul 4:12; Roma 8:1; 28-30).

Sedangkan bagi yang lain yang tidak mempercayai Tuhan Yesus Kristus sebagai Penebus mereka akan dibuang keluar dari "rumah" Allah di Sorga ke "rumah" api dalam neraka selama-lamanya sebagai konsekuensi ultimat dari dosa-dosa mereka. Kitab Wahyu menggambarkan suasana itu dengan berkata, "Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya" (Wahyu 14:11).

Satu-satunya hal yang sama antara sorga dan neraka adalah kekekalannya. Di Sorga, kita akan menikmati persekutuan dengan Allah secara kekal. Di neraka, orang-orang tak percaya akan mengalami murka Allah Tritunggal secara kekal.

Jonathan Edwards dalam khotbahnya yang sangat terkenal: Sinners in the Hands of an Angry God berkata mengenai murka Allah dalam neraka yang kekal sebagai berikut: "Murka [Allah] itu berlangsung kekal. Mengalami murka dan kegeraman Allah yang mahakuasa untuk sesaat saja sudah sangat mengerikan, sedangkan Anda harus mengalaminya sepanjang kekekalan. Takkan ada perhentian bagi penderitaan yang luar biasa mengerikan ini. Saat memandang ke depan, Anda akan melihat kekekalan, suatu masa tiada akhir yang ada di hadapan Anda, yang akan menghapus seluruh pemikiran Anda, hingga Anda benar-benar berhenti mengharapkan datangnya pelepasan, perhentian, pengurangan siksaan, dan kedamaian. Anda akan segera tahu bahwa Anda harus menjalani masa-masa yang panjang, berjuta-juta abad, untuk bergumul dan berjuang melawan pembalasan mahadahsyat yang tak mengenal belas kasihan ini. Lalu, setelah menjalaninya, setelah selama berabad-abad melaluinya, Anda akan mendapati semua keadaan itu masih terus berlangsung. Demikianlah, sesungguhnya hukuman Anda akan berlangsung selamanya. Oh, siapakah yang dapat membayangkan keadaan orang yang berada dalam situasi seperti itu! Semua yang dapat kita katakan tentang hal ini, hanya mampu memberikan gambaran, yang sangat lemah dan kabur mengenainya; hal itu sungguh tak terkatakan dan tak terbayangkan, karena 'siapakah yang mengenal kekuatan murka [Allah]?" (dikutip dari Jonathan Edwards, Sinners in the Hands of an Angry God [Surabaya: Momentum, 2010], hal. 43-44).

Itulah deskripsi dari nasib orang-orang tak percaya. Sangat mengerikan!

Sekarang kita kembali kepada masalah awal yang telah saya bicarakan sebelumnya. Hidup itu singkat. Kemah kita akan "dibongkar" suatu saat. Dan kematian bukan akhir dari segalanya seperti klaim Bertrand Russel. Kematian bagi orang percaya merupakan gerbang kepada "rumah" yang kekal di sorga. Heaven is our home. Itulah rumah orang-orang beriman kepada Kristus.

Kematian juga bukan akhir eksistensi dari orang-orang tak percaya kepada Kristus. Tetapi berbeda dengan orang-orang pilihan, kematian bagi orang-orang tak percaya merupakan gerbang menuju "rumah" api yang kekal dalam neraka.

Ditulis oleh: Join Kristian Zendrato

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR SINGKAT TENTANG SPIRITUALITAS ALA DANIEL MANANTA

Oleh: Join Kristian Zendrato Siapa yang tidak mengenal Daniel Mananta, pembawa acara terkenal Indonesian Idol. Daniel telah membuat channel ...