Oleh: Join Kristian Zendrato
James I. Packer yang merupakan Profesor Teologi dari Regent College, Vancouver pernah menulis sebuah buku kecil berjudul Evangelism and the Sovereignty of God. Dalam buku itu, Packer membahas banyak hal mengenai hubungan kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia, khususnya penginjilan.
Saya sangat diberkati melalui buku ini, khususnya ketika Packer mengatakan bahwa “Kedaulatan Allah dalam anugerah memberikan satu-satunya pengharapan atas keberhasilan dalam penginjilan” [James I. Packer, Penginjilan dan Kedaulatan Allah (Surabaya: Momentum, 2014), hal. 92].
Packer mengamati bahwa problem terbesar manusia dalam relasinya dengan Allah adalah Dosa. Dosa membuat manusia tidak mampu untuk menangkap kebenaran rohani. Mata manusia tertutup dari kebenaran Injil. Itulah sebabnya, Paulus dalam 1 Kor. 2:14 mengatakan bahwa, “Manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.” Inilah gambaran natur manusia menurut Alkitab. Manusia betul-betul telah “mati karena pelanggarannya” (Ef. 2:1), dan efek dari keadaan ini adalah ketidakmampuan manusia untuk menangkap, tunduk, dan percaya pada kebenaran Injil.
Packer juga mengamati bahwa hal lain yang juga ikut mempengaruhi kebutaan manusia berdosa adalah pekerjaan Iblis yang selalu aktif mencegah orang-orang berdosa untuk dapat melihat cahaya Injil (bdk. Ef. 2:2; 2Kor. 4:4).
Jadi, dengan natur manusia yang sudah begitu rusak, ditambah pekerjaan Iblis yang terus menerus menghalangi mata manusia berdosa untuk bisa melihat kebenaran Injil, maka bisa disimpulkan bahwa pekerjaan penginjilan yang hanya mengandalkan manusia sama sekali tidak akan berhasil. Kita tidak dapat mempertobatkan siapa pun dengan situasi seperti itu. Berkhotbah kepada manusia berdosa adalah sama seperti berkhotbah kepada mayat-mayat yang tidak bisa merespon. Dan itu adalah pekerjaan yang sia-sia.
Maka supaya manusia berdosa bisa menerima Injil kasih karunia, tunduk, dan percaya terhadapnya, pertama-tama manusia berdosa harus digerakkan dan dibuka hatinya lebih dahulu oleh Allah yang Mahakuasa. Itulah sebabnya, ketika Lidia mendengarkan khotbah Paulus, Lukas menulis: “Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus” (Kis. 16:14). Tanpa tindakan Allah yang menghidupkan, memanggil dan menggerakkan manusia berdosa untuk datang kepada Kristus, maka pekerjaan penginjilan adalah kesia-siaan belaka.
Ini jelas meruntuhkan semua kesombongan orang-orang Kristen yang sering berkata, “Aku mempertobatkan dia,” dan pernyataan-pernyataan serupa lainnya. Allahlah, bukan manusia yang membuat manusia berdosa mempercayai Injil. Kita hanyalah alat semata di tangan Allah Tritunggal, sementara keputusan manusia untuk mempercayai Injil kasih karunia adalah pekerjaan Tuhan (bdk. Flp. 1:29).
Disisi lain, ini adalah obat yang manjur bagi para penginjil yang setia ketika mereka melihat hasil pelayanan mereka sepertinya tidak mendatangkan petobat-petobat baru. Fakta bahwa pendengar kita, tidak mempercayai Injil kasih karunia Allah adalah bukti bahwa Allah belum (atau tidak) membuka hati mereka. Urusan kita adalah memberitakan Injil dengan setia (bdk. Gal. 1:6-9), sedangkan hasil akhir dari pemberitaan kita ada dalam tangan Allah.
Yakinlah bahwa semua manusia yang adalah domba sejati akan dipanggil oleh Allah untuk datang dan mempercayai Injil (dengan perantaraan penginjil-penginjil), sedangkan mereka yang bukan domba sejati akan tetap mengeraskan hati mereka. Yesus berkata, “tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku” (Yoh. 10:26; bdk. Rm. 8:29-30).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar