James
I. Packer yang merupakan Profesor Teologi dari Regent College, Vancouver pernah
menulis sebuah buku kecil berjudul Evangelism
and the Sovereignty of God. Dalam buku itu, Packer membahas banyak hal mengenai
hubungan kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia, khususnya penginjilan.
Saya
sangat diberkati melalui buku ini, khususnya ketika Packer mengatakan bahwa
“Kedaulatan Allah dalam anugerah memberikan satu-satunya pengharapan atas
keberhasilan dalam penginjilan.”[1]
Packer
mengamati bahwa problem terbesar manusia dalam relasinya dengan Allah adalah
Dosa. Dosa membuat manusia tidak mampu untuk menangkap kebenaran rohani. Mata
manusia tertutup dari kebenaran Injil. Itulah sebabnya, Paulus dalam 1 Kor.
2:14 mengatakan bahwa, “Manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari
Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat
memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.” Inilah gambaran
natur manusia menurut Alkitab. Manusia betul-betul telah “mati karena
pelanggarannya” (Ef. 2:1), dan efek dari keadaan ini adalah ketidakmampuan
manusia untuk menangkap, tunduk, dan percaya pada kebenaran Injil.
Packer
juga mengamati bahwa hal lain yang juga ikut mempengaruhi kebutaan manusia
berdosa adalah pekerjaan Iblis yang selalu aktif mencegah orang-orang berdosa
untuk dapat melihat cahaya Injil (bdk. Ef. 2:2; 2Kor. 4:4).
Jadi,
dengan natur manusia yang sudah begitu rusak, ditambah pekerjaan Iblis yang
terus menerus menghalangi mata manusia berdosa untuk bisa melihat kebenaran
Injil, maka bisa disimpulkan bahwa pekerjaan penginjilan yang hanya
mengandalkan manusia sama sekali tidak akan berhasil. Kita tidak dapat
mempertobatkan siapa pun dengan situasi seperti itu. Berkhotbah kepada manusia
berdosa adalah sama seperti berkhotbah kepada mayat-mayat yang tidak bisa
merespon. Dan itu adalah pekerjaan yang sia-sia.
Maka
supaya manusia berdosa bisa menerima Injil kasih karunia, tunduk, dan percaya
terhadapnya, pertama-tama manusia berdosa harus digerakkan dan dibuka hatinya
lebih dahulu oleh Allah yang Mahakuasa. Itulah sebabnya, ketika Lidia
mendengarkan khotbah Paulus, Lukas menulis: “Tuhan membuka hatinya, sehingga ia
memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus” (Kis. 16:14). Tanpa tindakan
Allah yang menghidupkan, memanggil dan menggerakkan manusia berdosa untuk
datang kepada Kristus, maka pekerjaan penginjilan adalah kesia-siaan belaka.
Ini
jelas meruntuhkan semua kesombongan orang-orang Kristen yang sering berkata, “Aku
mempertobatkan dia”, dan pernyataan-pernyataan serupa lainnya. Allahlah, bukan
manusia yang membuat manusia berdosa mempercayai Injil. Kita hanyalah alat
semata di tangan Allah Tritunggal, sementara keputusan manusia untuk
mempercayai Injil kasih karunia adalah pekerjaan Tuhan (bdk. Flp. 1:29).
Disisi
lain, ini adalah obat yang manjur bagi para penginjil yang setia ketika mereka
melihat hasil pelayanan mereka sepertinya tidak mendatangkan petobat-petobat
baru. Fakta bahwa pendengar kita, tidak mempercayai Injil kasih karunia Allah
adalah bukti bahwa Allah belum (atau tidak) membuka hati mereka. Urusan kita
adalah memberitakan Injil dengan setia (bdk. Gal. 1:6-9), sedangkan hasil akhir
dari pemberitaan kita ada dalam tangan Allah.
Yakinlah
bahwa semua manusia yang adalah domba sejati akan dipanggil oleh Allah untuk datang
dan mempercayai Injil (dengan perantaraan penginjil-penginjil), sedangkan
mereka yang bukan domba sejati akan tetap mengeraskan hati mereka. Yesus
berkata, “tetapi kamu tidak percaya, karena
kamu tidak termasuk domba-domba-Ku” (Yoh. 10:26; bdk. Rm. 8:29-30).
[1]James I. Packer, Penginjilan dan Kedaulatan Allah (Surabaya:
Momentum, 2014), hal. 92.